Urban Protest Against Fuel Price Hike

Planting seeds reversing the city walls

Combing Into Jogja

Spend the twilight alone

Carnaval Music Patrol XII Jember

Sabtu malam, sampai senin dini hari (28-29/07), Carnaval Music Patrol (CPM) merupakan sebentuk usaha untuk melestarikan kesenian tradisi yang mulai meredup eksistensinya karena tergeser oleh arus modernisasi. Kegiatan CMP XII ini, diselenggarakan kesekian kalinya, oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Kesenian Universitas Jember (UKMK UJ).

Abrasi di Bibir Papuma

Jember (13/01) dini hari beberapa teman mencari nasi menyisir warung, mereka berjalan pelan-pelan lewat belakang warung.

Berdagang di Pasar Tradisional

Para pedagang di Pasar Tanjung Jember yang memulai aktivitasnya dini hari.

Jumat, 28 Januari 2011

(masih) mencari


Sorot matanya berpijar menampar apa yang dipandangnya
Seperti ada serpihan mentari yang tertinggal dalam retinanya
Anak itu masih berlari
berlari
berlari
berlari
dan berlari
satu satu bukunya berjatuhan
namun ia masih berlari
berlari
berlari
di ujung jalan setapak ia menemukan apa yang dicari
kemudian dia mendulang beberapa pertanyaan pada apa yang dicari
seperti menyuguhkan segelas kopi yang telah tumpah


tu(h)an, kapan kau tuliskan kitab suci kita
esok, ketika semuanya telah usai
dari balik jeruji besi tu(h)an bergumam


lantas apa yang akan kau lakukan sebelum hari esok datang
menanti sampai antitesa bosan memperkosa tesa

oh, tu(h)an mengapa kau selalu menjawab pertanyaan dengan sebuah pertanyaan baru

karena tak pernah ada kebenaran yang absolut
biarlah sebuah pertanyaan menjawab pertanyaan sebelumnya
begitu dan seterusnya









sekret ID'

05112010


ini malamnya ini..

Seperti ada perapian dalam kepalaku

Entah apa yang menarik ulur otot kepala ini

Nafasku jadi sepanas terik matahari



Tubuhku melemah

Tiba-tiba berubah menjadi

Padi yang tak mampu menopang buahnya



Sial,

Banyak lingkaran yang terpaksa kubuat tak utuh

Setidaknya aku telah hadir dala,m lingkaran kecil

Berupaya membujuk rasa sakitku

Dengan segelas kopi beserta beberapa bungkus ilmu



Setelah itu pusing ini karam dalam dunia nyata

Karna tak mampu mengejar aku yang berlari jauh dalam mimpi











jember,

101102010

Terserah Arsitek Cerita

Di samping, terdengar suara benda berat terjatuh yang diiringi suara setengah lenguhan. Kemudian di susul dengan teriakkan panjang. “haaa… dimana aku..?”, suara lelaki setengah baya itu menggema. Dia masih berdiri kebingungan, dalam sepetak ruangan yang hanya berjejal lampu temaram lima watt. Sepi tak ada keriuhan dari suara apapun. Kosong tak ada benda apapun selain dirinya. Jarak pandangnya hanya dua jangka kaki pendeknya.



Gerakannya kacau, tergesa mencari sesuatu yang masuk akal untuk membayar kegelisahannya. Sorot matanya menelanjangi keremangan tanpa batas itu. Dia berjalan perlahan kira-kira sejauh tiga meter, tapi kegelisahannya semakin menumpuk. Ketakutan tiba-tiba menggertaknya dengan keras tepat di pangkal gendang pikirannya. Akhirnya dia berlari. Sesaat kemudian berhenti.



“aneh aku merasa berlari sejauh ribuan jangka, tapi rasa capek belum menyapaku. Bahkan rasanya tak kunjung beralih dari waktu yang sementara tadi. Dimana aku? Suaraku tadi menggema, seperti berada dalam kerongkongan gunung. Cahaya remang akan tetapi tidak ada matahari, lampu, bintang, bulan, atau benda apapun yang dapat mengeluarkan cahaya”.



Dia merasa tersesat di dalam ruang tanpa waktu. Lelaki berambut gundul itu berjalan perlahan sambil terus berpikir. Sesaat kemudian dia berhenti lalu berjongkok. Sekitarnya masih hening. Tiba-tiba dia meloncat, meringkuk seperti orang kedinginan. Sepertinya dia menyadari sesuatu.



“gila.. aku merasa berjalan di awang-awang. Entah apa yang kupijak ini. Tak ada permukaan, apa aku melayang? Yang lebih tak masuk akal, sedari tadi tak ada suara selain suara dari mulutku sendiri. Aku harus mengakhiri hariku sekarang juga“



Dia memukul berkali-kali tubuhnya sendiri. Mencoba bunuh diri. Baginya percuma menunggu kematian jika tak ada waktu yang akan menjadikannya tua kemudian mati.



“bertambah aneh tepat ini. Sekuat apapun tanganku menghantam tubuhku, tak ada rasa sakit. Tubuh ini seperti mati rasa. Bagaimana ini, aku tak bisa mati cepat”.



Ia bergegas duduk. Kali ini nada bicaranya melunak. Ia diam agak lama. Mau tau apa yang dia lakukan? Kali ini ia memaksa raut mukanya untuk memelas. Seperti kucing kecil yang sedang memohon makanan dari tuannya.



“heh penulis.. kau telah menciptakan sebuah tokoh lelaki berkaki pendek. Memainkan emosiku. Membuat aku berulang kali merasakan tamparan kebingunan. Kejam sekali kau..” dia berupaya protes kepadaku.



Yah, aku meemang sedang menuliskan cerpen dengan dia sebagai tokohnya.



“sudah diam.. cepat selesaikan cerita ini agar aku segera musnah..”, protesnya lagi.



“iya aku sedang memprotesmu sedari tadi. Berhentilah mendeskripsikan apapun tiap kali aku berbicara. Langsung saja berdialog denganku..”, kali ini dia mengkritikku.

“hahahaha… hey, hanya penulislah yang berhak menuliskan kisahmu. Kau tak boleh protes. Entah nanti kau mati dengan merasakan kepedihan terlebih dahulu. Atau mati menyenangkan selagi penismu dikulum ribuan perawan. Penulis sepertiku punya kebebasan tanpa batas”, suara penulis menggema dan menggetarkan ruang absurd tempat tokoh itu berada. Hingga membuatnya terpental jauh ke belakang. ia seperti air dalam kaleng yang kemudian dikocok.



“kau bohong.. di sini aku tak merasakan apapun. Sedari tadi kau juga bohong mengenai kaki pendekku. Aku tak punya tubuh disini. Sekarang aku sedikit memahami, jika yang hanya hidup dariku ialah sebuah pikiran. Kau bahan lupa jika di awal cerita kau seperti menjatuhkanku dari atas dengan suara yang terdengar berat, sedangkan di tengah cerita kau mengatakan tak ada suara selain suara yang keluar dari mulutku. Kau mencoba membohongi pembaca ya? Tidak hanya membuat cerita seenaknya. Lebih dari itu kau berupaya memanipuasi keadaan. Pasti kau ingin dianggap hebat oleh pembaca kan?”

Tiba-tiba meja makan hadir di depannya. Lelaki itu terperangah sejenak, lalu gurat wajahnya menunjukkan kegembiraan yang berlebihan.



“wahai pembaca, penulis berupaya membohongimu lagi. Dia tak sekalipun menaggapi ucapanku. Wahai pembaca, tolonglah selamatkan aku. Bila dia menyuruhmu mengedit atau membaca tulisan ini, lekas bakarlah kertas berisi cerpen tentangku ini. Agar aku musnah dan aku tak pernah ada. Kumohon lakukan itu. Aku tak berdaya di sini”.[]

Minggu, 09 Januari 2011

Penyesalan

Nak, jagalah ibu dari angin malam..
Lawanlah arah angin dengan apimu..


Angin malam mencoba mengikat sekujur tubuh mencekik ibu maka bunuhlah angin sebelum malam agar ibu angin tidak bertutur sapa dengan ibu malam berangin jagalah malam untuk ibu lawanlah arah angin dengan apimu menari gelisah ketakutan melawan angin malam itu api kecilmu.

Nak, ibu terbunuh anginKu. malam kemarin pagi..

Rektorat Akan Merespon Lewat Pengiriman Hasil Investigasi ke Seluruh UKM UNEJ

Rabu (5/1) perwakilan Forum Komunikasi Mahasiswa Unej (FOR KAMU) berupaya berdialek dengan rektorat. Pada dasarnya mereka ingin bertemu dengan Rektor, akan tetapi humas dan satpam Rektorat mencoba mengalihkan agar Forkamu menemui Pembantu Rektor I. Tentunya dengan dalih bahwa ini adalah perintah Rektor.

Setelah penantian selama 30 menit, akhirnya perwakilan rektorat menerima kedatangan Forkamu tepat pukul sepuluh pagi. Dialek tersebut dihadiri oleh PR I, Humas, Kemahasiswaan, dan sebelas orang mahasiswa. Tujuan dari pertemuan tersebut ialah menindaklanjuti pertemuan sebelumnnya. Salah satu diantaranya mengenai permintaan untuk mengadakan forum terbuka. Forum tersebut nantinya sebagai jembatan untuk mempertemukan antara mahasiswa Universitas Jember (Unej) dengan pihak rektorat. Dalam artian Forkamu berupaya memberikan wadah untuk menampung demokratisasi di lingkungan kampus.

Diawal pertemuan PR I meminta masing-masing perwakilan mahasiswa dari beberapa fakultas untuk memperjelas siapa mereka. Semua mahasiswa tersebut mengaku jika mereka hadir atas nama personal bukan organisasi intranya.

Sedikit terjadi miss komunikasi antara PR I dengan Forkamu terkait maksud kehadiran mereka. Hal tersebut ditengarai karena belum adanya koordinasi sebelumnya antara Rektor, humas, dan PR I yang sekarang menerima kedatangan Forkamu. Hingga menyebabkan pada akhirnya beberapa perwakilan Rektorat yang ikut pertemuan dengan Forkamu sebelumnya dipanggil ke ruangan pertemuan itu. Kemudian disana terjadi pengulangan informasi dan renik-renik isu yang membuat Forkamu meminta mengadakan forum terbuka.

Beberapa saat kemudian PR I menganggap permasalahan tersebut adalah kasus yang tidak dialami semua fakultas. Sehingga pihak rektorat akan terlebih dahulu mengkonfirmasi ke tiap fakultas. “saya akan menanyakan ke tiap fakultas, apa benar diterapkan”, jelasnya. Dia juga menjelaskan akan melakukan metode semacam penyebaran intel di tiap fakultas.

Selain itu, dia juga merespon beberapa permasalahan yang dibawa Forkamu tersebut. “nanti saya akan mengirim ke seluruh UKM terkait keluhan-keluhan anda”, dia berupaya memberikan kepastian. Sekitar pukul 11.00, kepala humas selaku moderator menutup pertemuan tersebut.