Urban Protest Against Fuel Price Hike

Planting seeds reversing the city walls

Combing Into Jogja

Spend the twilight alone

Carnaval Music Patrol XII Jember

Sabtu malam, sampai senin dini hari (28-29/07), Carnaval Music Patrol (CPM) merupakan sebentuk usaha untuk melestarikan kesenian tradisi yang mulai meredup eksistensinya karena tergeser oleh arus modernisasi. Kegiatan CMP XII ini, diselenggarakan kesekian kalinya, oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Kesenian Universitas Jember (UKMK UJ).

Abrasi di Bibir Papuma

Jember (13/01) dini hari beberapa teman mencari nasi menyisir warung, mereka berjalan pelan-pelan lewat belakang warung.

Berdagang di Pasar Tradisional

Para pedagang di Pasar Tanjung Jember yang memulai aktivitasnya dini hari.

Minggu, 14 April 2013

Mengkalkulasi Imajinasi dan Amplop Tebal


Tiba-tiba beberapa hari sebelum benar-benar (8/2/2013), ada pesan singkat masuk ke ponsel saya. Ternyata pesan itu dari salah satu panitia kegiatan All Chemist in Action. Mereka akan mengadakan lomba mading 3 dimensi. Target pesertanya para siswa SMP se-Kresidenan Besuki. Mendengar diksi al chemist, saya jadi teringat salah satu novel Paulo Coelho, The Alchemist. Cerita dalam novel itu mengenai kisah hidup seorang pemuda yang sederhana. Hari-hari dia lalu dengan cara mengembara, berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Akan tetapi tunggu dulu, sepertinya undangan dari panitia agar saya turut serta menjadi juri lomba mading 3 dimensi tersebut tidak berhubungan terlalu jauh dengan Coelho.

Memang saya tidak bisa berkata ‘iya’ secara gampang kepada panitia. Biasanya dua atau tiga hari sebelum kegiatan dimulai saya baru bisa memberikan konfirmasi. Akan tetapi semenjak pesan singkat tersebut masuk ke ponsel, saya sudah berkali-kali melamunkan mengenai apa yang harus saya lakukan ketika menjadi juri nanti.

Lomba yang diadakan di Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Universitas Jember (UJ) tersebut, dikelola oleh mahasiswa yang bergiat di Himpunan Mahasiswa Kimia (Himaki). Ketika kegiatan dimulai, saya mendapat breifing dari panitia mengenai bagaimana nanti teknis menilai mading yang dilombakan. Kala itu yang menjadi juri bukan hanya saya sendiri. Ada dua orang yang lain. Tanti Haryati, S.Si., M.Si, Dosen Kimia FMIPA UJ, difungsikan untuk menilai teama setiap mading, seputar bagaimana konsep sebuah mading itu menjadi ada dan dikatakan sesuai dengan tema besar. Ada juga Yeni Fatmawati, Pengurus Himaki Bidang Jurnalistik, menilai mengenai karya tulis yang menempel di mading para siswa. Sedangkan saya sendiri mewakili Perhimpunan Pers Mahasiswa indonesia (PPMI) Kota Jember, terpaksa harus merubah hasil penampakan mata menjadi angka untuk mengkalkulasi kreativitas mading.

Menjadi juri lomba mading memang menjadi pengalaman pertama bagi saya. Memang pernah suatu kali saya ikut mengelola mading kampus. Namun itu bukan mading 3 dimensi. Kebanyakan konten dalam mading lebih menguatkan atau fokus terhadap karya dalam bentuk karikatur, ilustrasi, dan yang utama yakni tulisan. Hal tersebut berbading terbalik dengan mading 3 dimensi. Kerap kali kekuatan sebuah mading 3 dimensi terletak pada unsur kreativitas yang dibangun dari susunan peralatan sederhana yang membentuk sebuah bangunan estetis. Maka kekuatannya bukan pada karya tulis akan tetapi bentuk fisik bangunan itu, hampir mirip dengan puisi konkrit.

Kebetulan panitia kegiatan membuat satu peraturan yang cenderung unik bagi saya. Yaitu para peserta lomba harus memanfaatkan barang-barang bekas di sekitar mereka untuk dijadikan bahan dasar mading. Maka dari itu saya selalu memanfaatkan interaksi untuk mengetahui lebih dalam terkait kerja para peserta lomba. Peraturan yang lain yaitu, para peserta harus mengerjakan 50% bahan mading di rumah dan 50% lagi di tempat perlombaan. Akan tetapi banyak peserta yang mengeluh. Ketika saya bertanya, “Mengapa madingnya masih belum selesai penuh?” Sebagian besar dari mereka selalu menjawabnya dengan serentetan alasan yang cenderung beragam dan panjang. Namun ada satu hal yang saya tangkap yaitu panitia memajukan tanggal kegiatan secara mendadak. Belum jadinya mading adalah dampak dari hal tersebut.

Pada akhirnya saya tidak menghiraukan bentuk fisik secara penuh. Untuk menilai karya mereka yang khususnya belum sepenuhnya jadi, saya melakukan dengan cara bertanya. Pertanyaan tersebut seputar apa konsep kalian, pada nantinya apa mau kalian dengan menara yang belum jadi itu, apa fungsinya, apa tujuan kalian memasukkan mobil kecil ke dalam mading, dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan sederhana tersebut membuat saya sendiri harus membangun mading impian mereka dalam pikiran saya. Kemudian saya menilai imajinasi saya sendiri.

Di sisi lain saya juga menanyakan kepada mereka mengenai bagaimana proses mencari bahan dan cara membuat. Rata-rata sebagian besar dari mereka mencari bahan barang-barang bekas di area pembuangan di dalam sekolah. Sedangkan mengenai cara membuatnya cenderung beragam. Pertanyaan yang saya ajukan sampai ke hal-hal mendasar, bagaimana cara merekatkan, dengan bahan apa kalian merekatkannya. Tak banyak dari mereka yang berani berkata jujur. Lebih dari separuh jawaban sekali dipenuhi dengan alasan yang cenderung tak logis dan bersifat membela karyanya. Barangkali pembelaan tersebut harusnya tak ada. Sebuah karya tak perlu dibela. Benda harus hidup mandiri tanpa pembuatnya. Sedangkan mereka yang membuat, harusnya hanya bercerita mengenai proses kreatifnya saja.

Setelah tugas untuk menjuri selesai, saya tak langsung pulang. Ada beberapa rekan persma dari Lembaga Pers Mahasiswa Sastra (LPMS) Ideas yang sedang meliput kegiatan tersebut. Pada akhirnya saya harus menemani mereka sampai pemenang lomba diumumkan.

Ketika asik mengobrol ditemani rintik gerimis di depan gedung PKM, ada seorang panitia yang memanggil saya. Dari jauh dia bilang, “Mas, ada yang ketinggalan.” Saya langsung berjalan mendekatinya sambil bertanya mengenai apa yang ketinggalan. Kemudian dia mengeluarkan amplop kecil dari dalam map yang sedari tadi dipeluknya. Sambil tersenyum dia bilang, “Ini buat Mas.” Kemudian saya sedikit terkaget ketika menyadi ternyata dia sedang menyodorkan amplop bewarna putih. Amplop itu kulitnya tipis, sehingga saya bisa melihat ada baluran warna biru. Selain itu amplop tersebut terlihat tebal. Sambil tersenyum saya berkata, “Oh, itu buat panitia saja, buat Himaki saja.” Setelahnya saya berjalan menjauh sambil tersenyum sedangkan di terus saja merengek minta amplopnya saya terima.

Terima kasih panitia karena sudah mengundang saya. Tentu saja undangan dan sambutan yang baik di saat saya hadir memenuhi undangan tersebut, harganya sudah sangat mahal. Lebih mahal dari amplop setebal apapun. Mari berjejaring dan saling menguatkan.[]

Konsumsi Literatur yang Tidak Teratur


Jika saya ditanya sudah membaca berapa buku bulan ini. Tentu saja jawaban saya, tidak ada. Tidak sama sekali. Entahlah belakangan ini saya sulit sekali merelakan waktu terbuang untuk menghabiskan satu buku sekalipun. Selain itu, saya mulai nyaman dengan cara lain dalam menggali wacana. Mencoba mencari tau banyak hal dengan cara browsing di internet.

Barangkali sudah bukan hal yang aneh jika setiap personal harusnya menjaga pola membacanya. Tentu saja  mencangkup dua hal. Pertama terkait konsistensi dalam membaca. Semakin banyak meluangkan waktu untuk membaca justru semakin baik. Sedangkan yang kedua, mengenai fokus buku bacaan. Pada bagian yang kedua ini seringkali membuat tiap personal kebingungan. Lebih dari itu mungkin dia tidak tahu bahwa sebenarnya sedang kebingungan. 

Mengenai ruang lingkup fokus bacaan, saya sendiri juga sedang kebingungan terkait hal ini. Belakangan buku-buku yang sering saya baca agak rancu. Rata-rata buku filsafat, sastra, jurnalistik, desain, dan sejarah. Itu skala rata-rata yang paling sering saya baca. Di sisi lain memang ada sesuatu yang sedang saya pelajari namun melenceng dari fokus. Beberapa yang berjalan di luar fokus itu mengenai topik lingkungan, hukum, ekonomi, budaya, dan sebagainya. 

Apa jadinya jika hari-hari saya dengan terpaksa harus dipenuhi dengan bahan bacaan di luar fokus tersebut. Biasa saja. Akan tetapi agak sulit dalam  menjelaskan banyak hal terkait salah satu genre atau topik wacana. Tentu saja karena semakin banyak jenis wacana yang kita cari tau seluk beluknya, maka semakin sulit untuk memperdalam satu persatu. Biasanya banyaknya bahan bacaan yang cenderung beragam akan memangkas ketahuan kita akan satu hal secara mendalam. 

Bahkan bisa saja lebih dari itu. Ketahuan saya atas bacaan yang harusnya diprimerkan akan tergeser oleh klasifikasi sekunder. Misalnya saja pengetahuan saya seputar sejarah. Jika ditelusuri lebih dalam maka saya akan menemukan kedangkalan wacana. Sedikit sekali pengetahuan saya mengenai hal ini. Lebih banyaknya hanya seputar teori penulisan sejarah dan perkembangan penulisannya. Tentu saja hal tersebut membuat saya merasa bodoh. Padahal saya adalah mahasiswa jurusan sejarah.

Banyak sekali teman yang memperingatkan saya terkait pola konsumsi literatur saya yang tidak beraturan. Mereka seringkali bilang, lebih baik saya fokus pada satu hal tapi mendalam sampai ke akar. Sulit sekali. Sungguh sulit saya menerapkan kritikan dari teman-teman dekat tersebut. 

Ada beberapa hal yang membuat saya cenderung beralih fokus. Barangkali pengalihan fokus tersebut paling kentara dipengaruhi oleh lingkungan. Memang kondisi atau perkemangan habitus terdekat akan mempengaruhi konsumsi literatur seseorang. Awalnya memang pelan-pelan. Namun ketika hampir  tengah jalan setiap personal akan dengan kaget memergoki permasalahan semacam ini.

Selain itu, apa sebenarnya yang membuat saya tidak mengkonsumsi literatur cetak akhir-akhir ini. Bukan masalah waktu sebenarnya. Akan tetapi saya merasa lebih nyaman dengan mengakses literatur lewat dunia maya. Misalnya saja saya ingin mencari literatur seputar kritik sastra. Kalau merasa postingan di blog atau wes yang saya dapat kualitas font atau pengaturan paragrafnya kaca. Maka saya terlebih dahulu mempermak sedikit penampilannya lewat microsoft word sebelum memabacanya.

Ketika bosan membaca sekian banyak literatur dari dunia maya yang cenderung pendek tersebut. saya bisa langsung download lagu atau sekedar searching video  di youtube. Kerap kali saya segera mencari video-video yang bersifat komedi. Tentu saja boring saya seketika menghilang. Akan tetapi bahaya juga jika tidak bisa mengatur diri sendiri. Lama-lama merasa keenakan sampai lupa bahwa harus mengkonsumsi literatur yang lebih serius. Dalam artian materi literatur yang sesuai kebutuhan, bukan literatur yang hanya berfungsi memanjakan kesenangan dalam diri.[]

Kamis, 11 April 2013

Esai Saya di Zine Halimun Edisi #6




halimun *6 merupakan kompilasi diary perjalanan dalam bentuk teks maupun grafis mengenai liburan lebaran 2011. halimun *6 mengajak 24 kawan untuk menjadi kontributor :


novielisa

felkiza vinanda

aldiman sinaga

dillaqolbi

agus susanto

galih pratama

m. abdul manan

andreiw budiman

kathleen azali

antonio carlos

debby utomo

reshan janotama

purna cipta nugraha

widiatmoko putranto

annisa rizkiana

deasy easterina

nita darsono

rangga nasrullah

diekey lalijiwo
rizkan al maududy

mahar gireta rosalia

onny ranantalice

nuniek septy wulandari

danang sulistyo


foto oleh kat unduh melalui link dibawah ini :
http://www.archive.org/details/halimun6_849

Esai Saya di Sarbi Edisi #4 Agustus 2011


Photobucket

Kamu bisa mendownloadnya disini Klik


--KONTRIBUTOR--


KULIT MUKA
1. Muhammad ali Zakki, Sidoarjo



Seni Visual
1. Reza Maulana, Surabaya
2. Nurul Putri,Surabaya
3. Deni Dessastra,Singkawang-Kalimantan Barat
4. Vasilis Protopapas, Greece
5. DENNY BUDI SUSETYO, Malang
6. DANIELE CAPES, France
8. SUDHEER URALATH, Kerala, India
9. Rian Saputra, Jakarta Selatan


Penulis
1. Diekey LaliJiwo,Jember
2. Nanang Suryadi, Malang
3. Salamet Wahedi, Jogjakarta
4. Bunda Djibril Djuhra, Medan
5. Budhi Setyawan, Jakarta Selatan
6. Indra Tjahyadi, Ponorogo
7. I Putu Gede Pradipta, Bali
8. Arfan Fathoni, Ponorogo
9. Heru Emka, Semarang.


Versi Cetak Hitam Putih:

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

*Kritik, saran dan semua yang hendak dikirim perihal SARBI dapat dialamatkan ke sarbikita@gmail.com


TERIMA KASIH

diambil dari http://sarbikita.blogspot.com/2012/01/sarbi-edisi-ke-iv-agustus-2011.html