Selasa, 22 Desember 2009

“KAMPUS + BHP = RUMAH BORDIL”

kampus selalu menerapkan kebijakan yang tidak demokratis, diskriminatif dan tidak berpihak kepada orang miskin. Banyak mahasiswa yang tidak dapat mengikuti ujian bukan karna mereka melakukan tidakan kriminal ataupun melakukan tindakan indisipliner, Tetapi hanya karna masalah klasik yaitu “BIAYA”.

Dunia pendidikan memang hakim yang paling kejam dan tak adil bagi status sosial seseorang.
Kampus menjadi hampir sama dengan “RUMAH BORDIL”, yang bisa masuk dan menikmati isi di dalamnya hanya yang memiliki uang. Karena sama dengan rumah bordil, kampus pun penuh sesak dengan orang-orang yang siap memperbudak dirinya demi uang.

Badai neo-liberalisme yang menghantam dunia pendidikan ikut menjauhkan orang miskin dari pendidikan khususnya perguruan tinggi. Privatisasi yang menjadi salah satu program kebijakan neo-liberalisme menjelma menjadi kebijakan pasar bebas dan mendorong pemerintah untuk melakukan penjualan berbagai aset pemerintah, termasuk perguruan tinggi. Privatisasi kampus berarti pemerintah akan mengurangi anggaran pendidikan. Kampus harus membiayai dirinya sendiri. Alasannya, banyak perguruan tinggi yang sudah maju hingga layak dilepas pemerintah. Otonomi kampus inilah yang menjadi landasan kampus memungut biaya semaunya. Belum lagi menerapkan kurikulum dan peraturan-peraturan lainnya yang otoriter dipaksakan kepada mahasiswa.

Salah satu dampak dari ini, kurikulum Perguruan Tinggi harus menyesuaikan terhadap kebutuhan perusahaan - perusahaan yang menanamkan modalnya. Lebih luas lagi, fakultas atau jurusan yang tidak dibutuhkan oleh investor bisa digusur karena basis kurikulumnya sama sekali tidak dibutuhkan dalam industrialisasi seperti Filsafat atau sebagian Ilmu Budaya. Maka tak heran jika perguruan tinggi berlomba-lomba menetapkan harga tinggi dengan dalih untuk peningkatan mutu dan kualitas. walaupun tidak selamanya peningkatan mutu dan kualitas diikuti harga yang mahal.

kurikulum yang anti realitas menempatkan pelajar dan mahasiswa sebagai calon buruh-buruh murah yang kembali pada kepentingan para kapitalis. Rendah dan minimnya sarana infrastruktur pendidikan juga merupakan persoalan yang berawal dari lepasnya tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan infrastruktur yang cukup dan memadai untuk peserta didik, ditambah lagi dengan adanya privatisasi dimana pengelolaan pendidikan diserahkan kepada pihak swasta, akan menambah deretan potret buram dunia pendidikan yang akan berakibat pada melambungnya biaya kuliah yang tidak bisa terjangkau oleh mayoritas rakyat.

pendidikan yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara justru diserahkan pada beban individu masing-masing. kampus negeri yang dahulu terkenal sebagai kampus bagi rakyat, saat ini justru hanya dapat dinikmati oleh mahasiswa-mahasiswa dari klas atas.

BHP melepaskan perguruan tinggi dari intervensi pemerintah. Kelak tidak ada lagi perbedaan antara perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta. Semuanya dikelola dalam sebuah model privatisasi dan tentunya komersialisasi yang hebat.

Privatisasi juga melahirkan penindas – penindas baru yang dibidani dan termotivasi oleh dendam, contohnya seorang mahasiswa kedokteran yang menghabiskan ratusan juta untuk menggapai gelarnya setelah lulus pasti berusaha mengembalikan modal kuliah tersebut kegenggamanya. Itulah sebabnya sangat susah mencari dokter yang peduli dengan orang miskin.

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan share di sini