Jika saya
ditanya sudah membaca berapa buku bulan ini. Tentu saja jawaban saya, tidak
ada. Tidak sama sekali. Entahlah belakangan ini saya sulit sekali merelakan
waktu terbuang untuk menghabiskan satu buku sekalipun. Selain itu, saya mulai
nyaman dengan cara lain dalam menggali wacana. Mencoba mencari tau banyak hal
dengan cara browsing di internet.
Barangkali sudah
bukan hal yang aneh jika setiap personal harusnya menjaga pola membacanya. Tentu
saja mencangkup dua hal. Pertama terkait
konsistensi dalam membaca. Semakin banyak meluangkan waktu untuk membaca justru
semakin baik. Sedangkan yang kedua, mengenai fokus buku bacaan. Pada bagian
yang kedua ini seringkali membuat tiap personal kebingungan. Lebih dari itu
mungkin dia tidak tahu bahwa sebenarnya sedang kebingungan.
Mengenai ruang
lingkup fokus bacaan, saya sendiri juga sedang kebingungan terkait hal ini. Belakangan
buku-buku yang sering saya baca agak rancu. Rata-rata buku filsafat, sastra, jurnalistik,
desain, dan sejarah. Itu skala rata-rata yang paling sering saya baca. Di sisi
lain memang ada sesuatu yang sedang saya pelajari namun melenceng dari fokus. Beberapa
yang berjalan di luar fokus itu mengenai topik lingkungan, hukum, ekonomi,
budaya, dan sebagainya.
Apa jadinya
jika hari-hari saya dengan terpaksa harus dipenuhi dengan bahan bacaan di luar
fokus tersebut. Biasa saja. Akan tetapi agak sulit dalam menjelaskan banyak hal terkait salah satu
genre atau topik wacana. Tentu saja karena semakin banyak jenis wacana yang
kita cari tau seluk beluknya, maka semakin sulit untuk memperdalam satu
persatu. Biasanya banyaknya bahan bacaan yang cenderung beragam akan memangkas ketahuan
kita akan satu hal secara mendalam.
Bahkan bisa
saja lebih dari itu. Ketahuan saya atas bacaan yang harusnya diprimerkan akan
tergeser oleh klasifikasi sekunder. Misalnya saja pengetahuan saya seputar
sejarah. Jika ditelusuri lebih dalam maka saya akan menemukan kedangkalan
wacana. Sedikit sekali pengetahuan saya mengenai hal ini. Lebih banyaknya hanya
seputar teori penulisan sejarah dan perkembangan penulisannya. Tentu saja hal
tersebut membuat saya merasa bodoh. Padahal saya adalah mahasiswa jurusan
sejarah.
Banyak sekali
teman yang memperingatkan saya terkait pola konsumsi literatur saya yang tidak
beraturan. Mereka seringkali bilang, lebih baik saya fokus pada satu hal tapi
mendalam sampai ke akar. Sulit sekali. Sungguh sulit saya menerapkan kritikan
dari teman-teman dekat tersebut.
Ada beberapa
hal yang membuat saya cenderung beralih fokus. Barangkali pengalihan fokus
tersebut paling kentara dipengaruhi oleh lingkungan. Memang kondisi atau
perkemangan habitus terdekat akan mempengaruhi konsumsi literatur seseorang. Awalnya
memang pelan-pelan. Namun ketika hampir tengah jalan setiap personal akan dengan kaget
memergoki permasalahan semacam ini.
Selain itu, apa
sebenarnya yang membuat saya tidak mengkonsumsi literatur cetak akhir-akhir
ini. Bukan masalah waktu sebenarnya. Akan tetapi saya merasa lebih nyaman
dengan mengakses literatur lewat dunia maya. Misalnya saja saya ingin mencari
literatur seputar kritik sastra. Kalau merasa postingan di blog atau wes yang
saya dapat kualitas font atau pengaturan paragrafnya kaca. Maka saya terlebih
dahulu mempermak sedikit penampilannya lewat microsoft word sebelum memabacanya.
Ketika bosan
membaca sekian banyak literatur dari dunia maya yang cenderung pendek tersebut.
saya bisa langsung download lagu atau sekedar searching video di youtube. Kerap kali saya segera mencari
video-video yang bersifat komedi. Tentu saja boring saya seketika menghilang. Akan
tetapi bahaya juga jika tidak bisa mengatur diri sendiri. Lama-lama merasa
keenakan sampai lupa bahwa harus mengkonsumsi literatur yang lebih serius. Dalam
artian materi literatur yang sesuai kebutuhan, bukan literatur yang hanya
berfungsi memanjakan kesenangan dalam diri.[]
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan share di sini