Minggu, 14 April 2013

Konsumsi Literatur yang Tidak Teratur


Jika saya ditanya sudah membaca berapa buku bulan ini. Tentu saja jawaban saya, tidak ada. Tidak sama sekali. Entahlah belakangan ini saya sulit sekali merelakan waktu terbuang untuk menghabiskan satu buku sekalipun. Selain itu, saya mulai nyaman dengan cara lain dalam menggali wacana. Mencoba mencari tau banyak hal dengan cara browsing di internet.

Barangkali sudah bukan hal yang aneh jika setiap personal harusnya menjaga pola membacanya. Tentu saja  mencangkup dua hal. Pertama terkait konsistensi dalam membaca. Semakin banyak meluangkan waktu untuk membaca justru semakin baik. Sedangkan yang kedua, mengenai fokus buku bacaan. Pada bagian yang kedua ini seringkali membuat tiap personal kebingungan. Lebih dari itu mungkin dia tidak tahu bahwa sebenarnya sedang kebingungan. 

Mengenai ruang lingkup fokus bacaan, saya sendiri juga sedang kebingungan terkait hal ini. Belakangan buku-buku yang sering saya baca agak rancu. Rata-rata buku filsafat, sastra, jurnalistik, desain, dan sejarah. Itu skala rata-rata yang paling sering saya baca. Di sisi lain memang ada sesuatu yang sedang saya pelajari namun melenceng dari fokus. Beberapa yang berjalan di luar fokus itu mengenai topik lingkungan, hukum, ekonomi, budaya, dan sebagainya. 

Apa jadinya jika hari-hari saya dengan terpaksa harus dipenuhi dengan bahan bacaan di luar fokus tersebut. Biasa saja. Akan tetapi agak sulit dalam  menjelaskan banyak hal terkait salah satu genre atau topik wacana. Tentu saja karena semakin banyak jenis wacana yang kita cari tau seluk beluknya, maka semakin sulit untuk memperdalam satu persatu. Biasanya banyaknya bahan bacaan yang cenderung beragam akan memangkas ketahuan kita akan satu hal secara mendalam. 

Bahkan bisa saja lebih dari itu. Ketahuan saya atas bacaan yang harusnya diprimerkan akan tergeser oleh klasifikasi sekunder. Misalnya saja pengetahuan saya seputar sejarah. Jika ditelusuri lebih dalam maka saya akan menemukan kedangkalan wacana. Sedikit sekali pengetahuan saya mengenai hal ini. Lebih banyaknya hanya seputar teori penulisan sejarah dan perkembangan penulisannya. Tentu saja hal tersebut membuat saya merasa bodoh. Padahal saya adalah mahasiswa jurusan sejarah.

Banyak sekali teman yang memperingatkan saya terkait pola konsumsi literatur saya yang tidak beraturan. Mereka seringkali bilang, lebih baik saya fokus pada satu hal tapi mendalam sampai ke akar. Sulit sekali. Sungguh sulit saya menerapkan kritikan dari teman-teman dekat tersebut. 

Ada beberapa hal yang membuat saya cenderung beralih fokus. Barangkali pengalihan fokus tersebut paling kentara dipengaruhi oleh lingkungan. Memang kondisi atau perkemangan habitus terdekat akan mempengaruhi konsumsi literatur seseorang. Awalnya memang pelan-pelan. Namun ketika hampir  tengah jalan setiap personal akan dengan kaget memergoki permasalahan semacam ini.

Selain itu, apa sebenarnya yang membuat saya tidak mengkonsumsi literatur cetak akhir-akhir ini. Bukan masalah waktu sebenarnya. Akan tetapi saya merasa lebih nyaman dengan mengakses literatur lewat dunia maya. Misalnya saja saya ingin mencari literatur seputar kritik sastra. Kalau merasa postingan di blog atau wes yang saya dapat kualitas font atau pengaturan paragrafnya kaca. Maka saya terlebih dahulu mempermak sedikit penampilannya lewat microsoft word sebelum memabacanya.

Ketika bosan membaca sekian banyak literatur dari dunia maya yang cenderung pendek tersebut. saya bisa langsung download lagu atau sekedar searching video  di youtube. Kerap kali saya segera mencari video-video yang bersifat komedi. Tentu saja boring saya seketika menghilang. Akan tetapi bahaya juga jika tidak bisa mengatur diri sendiri. Lama-lama merasa keenakan sampai lupa bahwa harus mengkonsumsi literatur yang lebih serius. Dalam artian materi literatur yang sesuai kebutuhan, bukan literatur yang hanya berfungsi memanjakan kesenangan dalam diri.[]

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan share di sini