Tiba-tiba
beberapa hari sebelum benar-benar (8/2/2013), ada pesan singkat masuk ke ponsel
saya. Ternyata pesan itu dari salah satu panitia kegiatan All Chemist in Action. Mereka akan mengadakan lomba mading 3
dimensi. Target pesertanya para siswa SMP se-Kresidenan Besuki. Mendengar diksi
al chemist, saya jadi teringat salah satu novel Paulo Coelho, The Alchemist. Cerita
dalam novel itu mengenai kisah hidup seorang pemuda yang sederhana. Hari-hari
dia lalu dengan cara mengembara, berpindah dari satu tempat ke tempat yang
lain. Akan tetapi tunggu dulu, sepertinya undangan dari panitia agar saya turut
serta menjadi juri lomba mading 3 dimensi tersebut tidak berhubungan terlalu
jauh dengan Coelho.
Memang saya
tidak bisa berkata ‘iya’ secara gampang kepada panitia. Biasanya dua atau tiga
hari sebelum kegiatan dimulai saya baru bisa memberikan konfirmasi. Akan tetapi
semenjak pesan singkat tersebut masuk ke ponsel, saya sudah berkali-kali
melamunkan mengenai apa yang harus saya lakukan ketika menjadi juri nanti.
Lomba yang
diadakan di Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Universitas Jember (UJ)
tersebut, dikelola oleh mahasiswa yang bergiat di Himpunan Mahasiswa Kimia
(Himaki). Ketika kegiatan dimulai, saya mendapat breifing dari panitia mengenai
bagaimana nanti teknis menilai mading yang dilombakan. Kala itu yang menjadi
juri bukan hanya saya sendiri. Ada dua orang yang lain. Tanti Haryati, S.Si.,
M.Si, Dosen Kimia FMIPA UJ, difungsikan untuk menilai teama setiap mading,
seputar bagaimana konsep sebuah mading itu menjadi ada dan dikatakan sesuai
dengan tema besar. Ada juga Yeni Fatmawati, Pengurus Himaki Bidang Jurnalistik,
menilai mengenai karya tulis yang menempel di mading para siswa. Sedangkan saya
sendiri mewakili Perhimpunan Pers Mahasiswa indonesia (PPMI) Kota Jember,
terpaksa harus merubah hasil penampakan mata menjadi angka untuk mengkalkulasi
kreativitas mading.
Menjadi juri
lomba mading memang menjadi pengalaman pertama bagi saya. Memang pernah suatu
kali saya ikut mengelola mading kampus. Namun itu bukan mading 3 dimensi. Kebanyakan
konten dalam mading lebih menguatkan atau fokus terhadap karya dalam bentuk
karikatur, ilustrasi, dan yang utama yakni tulisan. Hal tersebut berbading
terbalik dengan mading 3 dimensi. Kerap kali kekuatan sebuah mading 3 dimensi
terletak pada unsur kreativitas yang dibangun dari susunan peralatan sederhana
yang membentuk sebuah bangunan estetis. Maka kekuatannya bukan pada karya tulis
akan tetapi bentuk fisik bangunan itu, hampir mirip dengan puisi konkrit.
Kebetulan panitia
kegiatan membuat satu peraturan yang cenderung unik bagi saya. Yaitu para
peserta lomba harus memanfaatkan barang-barang bekas di sekitar mereka untuk
dijadikan bahan dasar mading. Maka dari itu saya selalu memanfaatkan interaksi
untuk mengetahui lebih dalam terkait kerja para peserta lomba. Peraturan yang
lain yaitu, para peserta harus mengerjakan 50% bahan mading di rumah dan 50%
lagi di tempat perlombaan. Akan tetapi banyak peserta yang mengeluh. Ketika saya
bertanya, “Mengapa madingnya masih belum selesai penuh?” Sebagian besar dari
mereka selalu menjawabnya dengan serentetan alasan yang cenderung beragam dan
panjang. Namun ada satu hal yang saya tangkap yaitu panitia memajukan tanggal
kegiatan secara mendadak. Belum jadinya mading adalah dampak dari hal tersebut.
Pada akhirnya
saya tidak menghiraukan bentuk fisik secara penuh. Untuk menilai karya mereka
yang khususnya belum sepenuhnya jadi, saya melakukan dengan cara bertanya. Pertanyaan
tersebut seputar apa konsep kalian, pada nantinya apa mau kalian dengan menara
yang belum jadi itu, apa fungsinya, apa tujuan kalian memasukkan mobil kecil ke
dalam mading, dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan sederhana tersebut membuat
saya sendiri harus membangun mading impian mereka dalam pikiran saya. Kemudian saya
menilai imajinasi saya sendiri.
Di sisi
lain saya juga menanyakan kepada mereka mengenai bagaimana proses mencari bahan
dan cara membuat. Rata-rata sebagian besar dari mereka mencari bahan
barang-barang bekas di area pembuangan di dalam sekolah. Sedangkan mengenai
cara membuatnya cenderung beragam. Pertanyaan yang saya ajukan sampai ke
hal-hal mendasar, bagaimana cara merekatkan, dengan bahan apa kalian
merekatkannya. Tak banyak dari mereka yang berani berkata jujur. Lebih dari
separuh jawaban sekali dipenuhi dengan alasan yang cenderung tak logis dan
bersifat membela karyanya. Barangkali pembelaan tersebut harusnya tak ada. Sebuah
karya tak perlu dibela. Benda harus hidup mandiri tanpa pembuatnya. Sedangkan mereka
yang membuat, harusnya hanya bercerita mengenai proses kreatifnya saja.
Setelah tugas
untuk menjuri selesai, saya tak langsung pulang. Ada beberapa rekan persma dari
Lembaga Pers Mahasiswa Sastra (LPMS) Ideas yang sedang meliput kegiatan
tersebut. Pada akhirnya saya harus menemani mereka sampai pemenang lomba
diumumkan.
Ketika asik
mengobrol ditemani rintik gerimis di depan gedung PKM, ada seorang panitia yang
memanggil saya. Dari jauh dia bilang, “Mas, ada yang ketinggalan.” Saya langsung
berjalan mendekatinya sambil bertanya mengenai apa yang ketinggalan. Kemudian dia
mengeluarkan amplop kecil dari dalam map yang sedari tadi dipeluknya. Sambil tersenyum
dia bilang, “Ini buat Mas.” Kemudian saya sedikit terkaget ketika menyadi
ternyata dia sedang menyodorkan amplop bewarna putih. Amplop itu kulitnya
tipis, sehingga saya bisa melihat ada baluran warna biru. Selain itu amplop
tersebut terlihat tebal. Sambil tersenyum saya berkata, “Oh, itu buat panitia
saja, buat Himaki saja.” Setelahnya saya berjalan menjauh sambil tersenyum
sedangkan di terus saja merengek minta amplopnya saya terima.
Terima kasih
panitia karena sudah mengundang saya. Tentu saja undangan dan sambutan yang
baik di saat saya hadir memenuhi undangan tersebut, harganya sudah sangat
mahal. Lebih mahal dari amplop setebal apapun. Mari berjejaring dan saling
menguatkan.[]
Wow, super sekali.
BalasHapusTentu saja akan menolak itu amplop karena label/identitas yang sedang anda sandang saat menjadi juri adalah perwakilan dari PPMI Jember.
Akan menjadi hal lain, ketika anda diundang secara personal tanpa identitas apapun, kecuali karena kredibilitas anda. Tapi itu kembali lagi ke anda sendiri.
*hehe Cuman numpang comment