Senin, 02 April 2018

Senjakala TVRI: Dijauhi Anak Muda, Digerakkan PNS Berusia Tua

Lembaga penyiaran publik ini telah renta, kusut, gemuk, malas, dan lamban.


Tampilan kelabu identik dengan Televisi Republik Indonesia. Televisi publik yang dibiayai negara itu menjadi tua, rimba masalah, dan kusut. Ia masih berisi acara seremonial pemerintah minim kritik. Ia menyajikan 60 persen tayangan berulang tanpa memproduksi konten baru. 

Bahkan ada program yang mereplikasi sebuah tayangan dari stasiun televisi swasta. Roy Thaniago dari Remotivi, sebuah pusat studi media dan komunikasi berkedudukan di Jakarta, menilai langkah menduplikasi tayangan itu karena TVRI terjebak dalam logika komersial. 

“Ada tayangan namanya 'Keren'. Itu namanya saja jelek. Itu tayangan meniru 'Dahsyat',” kata Thaniago merujuk acara hiburan dari RCTI berisi guyonan, guyonan, dan guyonan. 'Dahsyat' pernah disemprit Komisi Penyiaran Indonesia karena mengabaikan "norma kesopanan, penghormatan terhadap etika profesi, dan perlindungan anak." 

Selain itu, tayangan edukatif di TVRI misalnya dialog buku dikemas secara monoton. Tayangan yang membosankan dan terus diulang ini diproduksi oleh jumlah sumber daya melimpah. Pada medio 2010, jumlah karyawan TVRI sebanyak 6.823 orang, 2.000 di antaranya bekerja di kantor pusat. 

Apni Jaya Putra, direktur program dan berita TVRI, mengatakan kini jumlah pegawai TVRI ada 4.300 orang, dan sekitar 1.800 pegawainya bekerja di Jakarta. 

Dari nisbah itu, artinya, sekitar 2.500 karyawan TVRI berada di daerah, dan mereka hanya menggarap 20 persen tayangan dalam 22 jam. Di setiap daerah, jumlah karyawan antara 150 hingga 200 orang. 

“Kalau kami cerita komposisi beban kerja, rasio produksi dengan jumlah karyawan, ya kebanyakan,” keluh Apni. 

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan share di sini