Minggu, 08 Mei 2011

Dua Ruang, Dua Agenda


Senin (20/12), UKMK menyelenggarakan pameran foto di gedung PKM. Selain telah disediakan makanan oleh panitia, beragam karya sastra pun dihadirkan. Beberapa diantaranya semisal penampilan band. Yang menurutku menarik dari acara itu, ialah ketika pertama kali kami hadir disambut oleh penampilan perkusi.


Permainan perkusi tersebut dipentaskan kurang lebih oleh tujuh pemain. Masing-masing pemain membawa alat yang berbeda salah satu diantaranya jimbe. Diawal penampilan, mereka hanya unjuk kekompakan dengan ritme pukulan jimbe yang berlainan. Saling mengiringi dengan cepat antara pukulan pemain satu dengan lainnya. Perlahan satu persatu dari mereka berupaya menunjukkan skil permainan alat musiknya. Tentunya dengan satu persatu bergantian lebih mendekat ke penonton. Banyak hal yang menarik disitu. Mulai dari kekompakan team sampai skil yang mereka tunjukkan. Bahkan di tengah permainan mereka meminta beberapa penonton memainkan alat musiknya. Akan tetapi suara permainan penonton yang malu-malu itu sangat jauh dari renyahnya penguasaan alat musik mereka.

Setelah itu berganti dengan iringan musik modern dari sebuah band. Banyak anomali sebelum mereka bermain. Seperti efek yang terdengar nyempling dan memekakkan telinga penonton. Hal tersebut tidak hanya terjadi waktu para pemain menyetem alat musiknya. Akan tetapi sering secara tiba-tiba berbunyi di pertengahan penampilan. Bahkan terjadi sedikit teknis yang mengganggu ketika salah satu gitar melody mati. Untung saja kesalahan tenis tersebut mampu diatasi oleh additional yang secepat mungkin memperbaiki sound. Sepertinya suara nyempling yang berkali-kali tersebut disebabkan oleh sound yang jelek. Hal itu terbukti ketika band selanjutnya bermain di atas panggung. Kemudian yang terdengar aneh ketika mereka memainkan music jazz tetapi masih terdengar seperti permainan rock.

Selain acara tersebut, ada juga acara yang tak kalah menariknya. Yaitu acara “perang pusi” di UKPKM Tegal Boto. Lain halnya dengan jumlah penonton ataupun peserta yang hadir dalam Dies Natalis UKMK. Lingkaran tak utuh yang hadir dalam agenda ini hanya lima belas orang. Tidak ada pembukaan dalam acara ini. Awalnya memang suasana membeku. Saling tuding siapa yang akan membaca puisi di awal pertemuan. Ditengah topik yang ketika itu terasa tidak akan melelahkan tiba-tiba Cak Kandar masuk ke TB. Nah, pada akhirnya dialah yang menjadi korban sasaran pembaca puisi di awal. Tidak seperti kami, Cak kandar tidak berupaya membentengi diri denga ribuan alasan untuk melarikan diri. Akan tetapi tanpa basa-basi dia langsung berdiri di tengah lingkaran dan membacakan beberapa puisinya. Dia hadir bersamaan dengan riuh tawa kami. Dia seperti matahari yang dengan sekejap mampu mencairkan suasana forum tersebut. Kemudian disusul satu persatu dari peserta forum.

Ketika mas Lutfi mendapat giliran membacakan puisinya. Dia malah memilih membaca puisi milik orang lain. Puisi tersebut menjadi suatu hal yang menarik karena berbahasa Madura. Kemudian puisi tersebut yang menstimulus topik forum untuk beralih segera beralih. Topik diskusi pun beralih seketika membahas puisi lokal ataupun tradisional. Yang pertama memberikan tanggapan ialah mas Arys, dengan mengatakan jika puisi lokal memang mempunyai ketertarikan. Menurutnya puisi tersebut mengandung kekayaan dan misteri, ketika tidak diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia. Disusul dengan argument mas Widi yang mengatakan jika pusi tradisional itu struktural banget. Dalam artian selalu patuh pada sajak ABAB dan lain sebagainya. Kemudian keterbatasan malam yang semakin larut menumbuhkan inisiatif untuk segera diakhiri. Diiringi beberapa awak TB yang berjanji akan memnyambung agenda tersebut di kemudian hari. Acara tersebut di tutup oleh puis berjuduli “untuk apa puisi ini” karya OO_Zaki. Tentunya dibacakan oleh sang fasilitator tamu yaitu tuhan, master, sang legendaris, calon wisudawan Edi Wibowo YME. []

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan share di sini