Pasar merupakan tempat bertemunya
penjual dan pembeli. Dalam arti lain proses transaksi menjadi ruang baru bagi
rumah sakit sosial. Secara tidak langsung pasar mempengaruhi keadaan sosial
dalam masyarakat. Interaksi antar personal berkembang menjadi relasi sosial.
Maka dari itu di dalam pasar bukan hanya terjadi transaksi komoditas, melainkan
transaksi sosial secara sekaligus hadir di sana.
Dalam sebuah pasar tradisional
terdapat pola komunikasi antar personal yang cenderung lunak. Bukan hanya antar
pedagang dengan pedagang lain, hubungan pembeli dan pedagang pun mengandung
unsur kekerabatan. Dalam kesetaraan status sosial tersebut, pembeli tidak hanya mementingkan barang yang mereka
beli. Bahan obrolan pun tidak melulu pada seluk beluk komoditas yang mereka
beli. Akan tetapi pada suasana persaudaraan, misalnya bertanya tentang anak penjual
atau pembeli sekolah di mana, biayanya berapa, apa untungnya sekolah di situ.
Otomatis terdapat transaksi bertukar informasi tentang permasalahan sosial yang
sama-sama mereka hadapi.
Sedangkan para pedagangpun tidak hanya mementingkan
barang mereka harus laku terjual dengan harga yang menguntungkan. Bahkan terkadang
mereka tidak memperdulikan harga barang yang mereka jual laku dengan murah.
Atau kerap kali ada personal yang hanya mampu membeli dengan cara menukar
dengan barang lain atau jasa, seringkali pedagang tradisional dengan rela hati
menerimanya. Bahkan ketika pedagang tertidur pulas karena kelelahan, biasanya
pedagang yang lapaknya bersebelahan ikut membantu melayani pembeli. Suasana
cair sekali.
Hal ini sangat berlawanan dengan efek
diadakannya pasar modern. Di dalam pasar modern terdapat pemutusan rantai
relasi antar personal. Tak ada interaksi lain kecuali terbelinya komoditas yang
dibutuhkan konsumen. Dalam artian pasar modern turut menciptakan personal yang
asosial. Antara satu dengan lainnya tak saling peduli dengan permasalahan
sosial.
Selain itu pasar modern tidak hanya
menjual komoditas. Setiap komoditas ditanam nilai citra, hingga para konsumen
terbujuk bukan lega karena telah membeli barang, akan tetapi simbol atau citra
an sich. Terlebih para konsumen dihalusinasi untuk membeli fasilitas. Pasar
modern kerap menyediakan fasilitas mewah yang tidak ada hubungannya dengan
nilai fungsi dari komoditas. Misalnya saja MC Donald, selain toilet bersih di
dalamnya juga tersedia tempat bermain bagi anak-anak. Pasar modern juga
memprovokasi budaya setempat untuk segera menjadi masyarakat yang konsumtif.
Pasar tradisional yang umumnya kumuh,
becek, tak terawat, berserakan barang dimana-mana membuat konsumen ogah untuk
mengunjunginya. Fasilitas minim yang dimiliki oleh pasar tradisional seringkali
menjadi acuan bagi upaya untuk menggusur. Padahal di dalam pasar tradisional
terdapat terminal sosial yang menghubungkan kepekaan sosial antar personal. Parahnya
lagi para petani dan nelayan daerah sangat bergantung pada tersedianya pasar
tradisional ini.
Kelalaian penerapan kebijakan daerah tentang
pembatasan jumlah dan jarak pasar modern menjadi kerugian tersendiri bagi pasar
tradisional. Persaingan yang timpang sebelah itu membuat rakyat kecil menjadi
kebingungan. Hal ini dipengaruhi oleh besarnya modal mendirikan pasar modern
dan cara mengemas komoditas yang mampu menjaring ketertarikan para konsumen.
Terlebih keberadaan pasar berjejaring
modern juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan pasar tradisional. Kelebihan
pasar berjejaring ada pada stok barang yang sudah diperkirakan tak akan pernah
kehabisan. Komoditas yang mereka tawarkan pun bisanya komoditas yang diambil
dari daerah lain. Dari sini kita akan memahami bahwa akses penjualan produk
petani atau nelayan lokal secara tidak langsung diblokir. Tidak heran memang
jika kita sering menjumpai ikan dan sayuran berbahan pengawet atau sudah tidak
segar lagi.[]
*) Tulisan ini pernah menjadi ToR diskusi di LPM Aktualita Unmuh Jember
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan share di sini