Senin, 14 Januari 2013

Sedikit Hal Tentang Pasar Tradisional dan Modern


Pasar merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli. Dalam arti lain proses transaksi menjadi ruang baru bagi rumah sakit sosial. Secara tidak langsung pasar mempengaruhi keadaan sosial dalam masyarakat. Interaksi antar personal berkembang menjadi relasi sosial. Maka dari itu di dalam pasar bukan hanya terjadi transaksi komoditas, melainkan transaksi sosial secara sekaligus hadir di sana. 

Dalam sebuah pasar tradisional terdapat pola komunikasi antar personal yang cenderung lunak. Bukan hanya antar pedagang dengan pedagang lain, hubungan pembeli dan pedagang pun mengandung unsur kekerabatan. Dalam kesetaraan status sosial tersebut, pembeli  tidak hanya mementingkan barang yang mereka beli. Bahan obrolan pun tidak melulu pada seluk beluk komoditas yang mereka beli. Akan tetapi pada suasana persaudaraan, misalnya bertanya tentang anak penjual atau pembeli sekolah di mana, biayanya berapa, apa untungnya sekolah di situ. Otomatis terdapat transaksi bertukar informasi tentang permasalahan sosial yang sama-sama mereka hadapi.

 Sedangkan para pedagangpun tidak hanya mementingkan barang mereka harus laku terjual dengan harga yang menguntungkan. Bahkan terkadang mereka tidak memperdulikan harga barang yang mereka jual laku dengan murah. Atau kerap kali ada personal yang hanya mampu membeli dengan cara menukar dengan barang lain atau jasa, seringkali pedagang tradisional dengan rela hati menerimanya. Bahkan ketika pedagang tertidur pulas karena kelelahan, biasanya pedagang yang lapaknya bersebelahan ikut membantu melayani pembeli. Suasana cair sekali. 

Hal ini sangat berlawanan dengan efek diadakannya pasar modern. Di dalam pasar modern terdapat pemutusan rantai relasi antar personal. Tak ada interaksi lain kecuali terbelinya komoditas yang dibutuhkan konsumen. Dalam artian pasar modern turut menciptakan personal yang asosial. Antara satu dengan lainnya tak saling peduli dengan permasalahan sosial. 

Selain itu pasar modern tidak hanya menjual komoditas. Setiap komoditas ditanam nilai citra, hingga para konsumen terbujuk bukan lega karena telah membeli barang, akan tetapi simbol atau citra an sich. Terlebih para konsumen dihalusinasi untuk membeli fasilitas. Pasar modern kerap menyediakan fasilitas mewah yang tidak ada hubungannya dengan nilai fungsi dari komoditas. Misalnya saja MC Donald, selain toilet bersih di dalamnya juga tersedia tempat bermain bagi anak-anak. Pasar modern juga memprovokasi budaya setempat untuk segera menjadi masyarakat yang konsumtif. 

Pasar tradisional yang umumnya kumuh, becek, tak terawat, berserakan barang dimana-mana membuat konsumen ogah untuk mengunjunginya. Fasilitas minim yang dimiliki oleh pasar tradisional seringkali menjadi acuan bagi upaya untuk menggusur. Padahal di dalam pasar tradisional terdapat terminal sosial yang menghubungkan kepekaan sosial antar personal. Parahnya lagi para petani dan nelayan daerah sangat bergantung pada tersedianya pasar tradisional ini. 

Kelalaian penerapan kebijakan daerah tentang pembatasan jumlah dan jarak pasar modern menjadi kerugian tersendiri bagi pasar tradisional. Persaingan yang timpang sebelah itu membuat rakyat kecil menjadi kebingungan. Hal ini dipengaruhi oleh besarnya modal mendirikan pasar modern dan cara mengemas komoditas yang mampu menjaring ketertarikan para konsumen.

Terlebih keberadaan pasar berjejaring modern juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan pasar tradisional. Kelebihan pasar berjejaring ada pada stok barang yang sudah diperkirakan tak akan pernah kehabisan. Komoditas yang mereka tawarkan pun bisanya komoditas yang diambil dari daerah lain. Dari sini kita akan memahami bahwa akses penjualan produk petani atau nelayan lokal secara tidak langsung diblokir. Tidak heran memang jika kita sering menjumpai ikan dan sayuran berbahan pengawet atau sudah tidak segar lagi.[]


*) Tulisan ini pernah menjadi ToR diskusi di LPM Aktualita Unmuh Jember

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan share di sini